Buku yang dicetak pertama pada tahun 2022 ini merupakan salah satu buku biografi yang sudah lama ingin saya baca, karena tokoh yang bercerita disini adalah seorang wali murid SMA yang menurut saya layak untuk dijadikan sebagai sumber insipirasi untuk siapa saja yang ingin belajar tentang arti perjuangan hidup, dedikasi, dan komitmen.
Dr. Mohammad Sofyanto, atau lebih dikenal dengan panggilan Dr. Sofyan merupakan seorang yang semenjak kecil berjuang dengan keterbatasan, tapi justru dari keterbatasan itu lahir tempaan tempaan hidup yang menumbuhkan kegigihan, keuletan, dan kesabaran. Dan pada akhirnya merasakan kenikmatan di akhir perjalanannya.
Kisah beliau yang tertuang dalam buku setebal 470 itu terbagi menjadi 3 bagian besar. Bagian pertama adalah pengalaman masa kecil beliau dari kecil sampai dengan SD dan dan SMP, yang merupakan masa suram tapi pernuh dengan tempaan hidup. Sedangkan bagian kedual adalah bagian pencarian jati diri yang mengisahkan ketika masa SMA sampai dengan kuliah, dan yang terakhir bagian ketiga adalah Bagian ketika memlai pengabdiannya menjadi seorang dokter.
Beliau terlahir sebagai anak ke dua dari enam bersaudara yang semuanya laki-laki dari seorang ayah yang berprofesi sebagai soerang penjual tahu, dan seorang ibu rumah tangga yang terkenal pandai untuk ‘ubet’ dalam istilah jawa maknanya pandai mengatur keuangan keluarga dengan melakukan kegiatan tambahan untuk menambah penghasilan rumah tangga.
Semasa kecil, beliau tumbuh sebagai seorang yang suka dengan petualangan. Bahkan di masa SMP beliau sudah berpetualang dengan geng nya untuk mendaki lereng Gunung Bromo dan Welirang hanya dengan bekal seadanya dan tanpa uang saku ditangan. Hanya berbekal makanan yang dibawa oleh masing-masing anggota Geng untuk teman perjalanannya. Sedangkan untuk sampai disana, mereka hanya mengandalkan truk yang lewat searah, atau istilahnya nggandol. Dengan seperti itu membuat semangat untuk berjuang mereka sangat kuat.
Dr Sofyan semasa kecil adalah seorang yang akrab dengan sakit asma yang tidak kunjung sembuh dan tumbuh sebagai anak yang dijuluki “kunthet” karena tidak bisa tumbuh tinggi layaknya teman teman seusianya. Akan tetapi itu tidak membuat beliau minder, karena ada kelebihan lain yang beliau miliki bahwa adalah anak yang terkenal cerdas dikalangan teman temannya. Di kelas, beliau selalu berada di peringkat terbaik. Bahkan ketika lulus SMP, beliau bisa menembus SMA PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan)- sekolah terbaik- di kota Malang dengan nilai tes terbaik. SMA PPSP adalah sekolah percontohan yang berada di bawah IKIP Malang, dan bisa menerima siswa dari seluruh daaerah.
Perjuangannya selama SMA benar-benar membuahkan hasil, dengan lolos ke Fakultas Kedokteran Unair. Sebuah fakultas yang prestisius yang diraih oleh anak seorang penjual tahu di pasar. Kedisiplinan beliau makin terasah dengan menjadi bagian dari Resimen Mahasiswa. Dan menjadi ketua dalam berbagai kegiatan dikampus. Membuat beliau menjadi mahasiswa yang disegani karena kecekatan dan dedikasi yang tinggi dalam setiap kegiatan. Dan dari sini mengantar beliau menjadi seorang dokter dalam kurun waktu enam setengah tahun.
Karier sebagai seorang dokter dimulai dari sebuah pulau di Bawean. Perjuangan beliau sungguh luar biasa dalam membangun image dinas kesehatan ditengah masyarakat yang lebih mengandalkan dukun daripada tenaga medis. Sentuhan kemanusiaan dirasakan oleh mereka penderita kusta yang diasingkan dari keluarga dan masyarakat. Namun dengan edukasi yang beliu berikan, para penderita kusta merasakan dimanusiakan. Dan bisa sembuh dan berkumpul kemabali dengan keluarga. Dari siniliah akhirnya beliau dinobatkan menjadi salah satu dokter terbaik, yang diundang ke istana untuk bertemu dengan bapak presiden.
Bekal agama yang kuat, jiwa kemanusiaan yang tinggi, dedikasi dan komitmen yang kuat, akhirnya mengantarkan beliau menjadi Dokter spesialis Bedah Syaraf yang dikenal tak hanya di dalam negeri, namun juga menjadi dokter yang dikenal di dunia luar.