Whole Brain Power

Oleh : Mirah Rakhmawati Palupi, S.T.
ALHIKMAH TEACHER LITERACY
Buku Whole Brain Power merupakan maha karya Prof. Makoto Shichida yang telah melakukan penelitian selama lebih dari 50 tahun untuk mengasuh anak jenius. Melalui kesimpulannya, jenius bukanlah hanya untuk orang pilihan. Setiap orang, siapapun, dapat menjadi seorang yang jenius. Mereka yang jenius, adalah mereka yang mampu menggunakan kedua belah otaknya. Nilai-nilai otak kiri yang sistematis dan struktural, dan nilai-nilai otak kanan yang abstrak, emosional dan imajinatif.
Dalam buku ini, Prof. Makoto Shichida mencoba memaparkan sejumlah cara untuk merevolusi otak, dan membuka kemungkinan yang tidak terbatas dari otak manusia. Whole Brain Approach adalah metode pendekatan untuk membuat otak bisa aktif bekerja secara keseluruhan. Metode Whole Brain Approach dapat memecahkan beragam masalah, menyembuhkan penyakit, dan membahagiakan semua orang.
Apa saja yang dibahas buku ini?
Cara menyeimbangkan kerja otak kanan dan otak kiri untuk mengoptimalkan potensi diri otak kanan dan otak kiri manusia mempunyai peran dan fungsi yang berbeda. Otak kiri diketahui secara umum sangat berperan dalam proses analitis dan pengukuran, sehingga sebagian masyarakat lebih mengutamakan otak kiri dibandingkan otak kanan.
Padahal, keseimbangan otak kanan dan otak kiri sangat diperlukan untuk dapat mengeksplorasi kemampuan seseorang dan mengoptimalkan kejeniusan yang dimilikinya.
Hal menarik yang dapat Kita pelajari antara lain bagaimana hubungan antara otak kiri dan otak kanan kita; kenapa kita sulit melupakan kenangan yang menyentuh perasaan; apa yang dimaksud dengan “pendidikan anak usia 0 tahun”; dan apa saja tiga “harta suci” dalam pengasuhan anak. Whole Brain Approach akan membantu kita menyeimbangkan kerja otak kanan dan otak kiri, pikiran sadar dan bawah sadar
Di dunia ini, banyak hal berpasangan dan saling terkait, termasuk otak manusia. Otak kanan dan kiri memiliki fungsi dan peran masing-masing, namun keseimbangan di antara keduanya sangat diperlukan. Seperti dijelaskan dalam teori Yin-Yang, dimana logo lingkaran hitam dan putih menjelaskan bulan di dalam matahari dan matahari di dalam bulan. Cara berpikir dan bertindak yang berlkitaskan pada prinsip keseimbangan ini disebut Whole Brain Approach.
Saat berpikir, kita harus menggunakan kedua otak, yaitu otak kanan dan otak kiri,karena proses berpikir melibatkan pikiran sadar dan bawah sadar. Tanpa kita sadari, seringkali pikiran bawah sadar kita memiliki kesimpulan yang berbeda dengan pikiran sadar kita. Saat pikiran sadar kita berpikir ‘Saya bisa’, seringkali pikiran bawah sadar kita justru berpikir ‘Tapi saya tidak memiliki kemampuan itu’. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena pikiran bahwa sadar cenderung tidak dapat menerima perubahan yang cepat. Alasan kedua, karena pengalaman dan stigma negatif seringkali tertinggal di pikiran bawah sadar.
Metode Whole Brain Approach akan membantu kita mengendalikan pikiran bawah sadar. Tujuannya bukan hanya untuk membangun pikiran positif kita, namun juga untuk menyebarkan pengaruh positif ke orang-orang di sekitar kita.
Pendidikan yang baik perlu menyeimbangkan pendekatan otak kiri dan otak kanan
Otak memiliki potensi yang luar biasa, namun tanpa metode pendidikan yang tepat, kemampuan otak tidak akan optimal. Pendidikan sebenarnya terdiri dari dua sisi, yaitu memahami pengetahuan dan membangun potensi diri. Sayangnya, pendidikan sekarang hanya menekankan pada pemahaman dan pembelajaran terhadap pengetahuan, belum menitikberatkan pada kemajuan manusia dalam pengembangan potensi diri yang dimilikinya.
Yoshida Shouin, seorang pakar pendidikan, memprakarsai metode unik yang dinamakannya “pendidikan anak usia 0 tahun”. Ia percaya bahwa pendidikan anak dimulai sejak anak ada di dalam kandungan. Untuk itu, ibu harus berhati-hati dalam melakukan sesuatu dan memberikan makanan yang tepat untuk calon putra/putrinya.
Pendidikan di usia dini juga penting karena terkait dengan pembentukan karakter dan kebiasaan anak. Shouin sendiri diminta ayahnya untuk menghapal Shiso Gokyou (Four Books & Five Classics) saat berusia 4-5 tahun. Meski saat itu ia tidak memahaminya, namun ajaran tersebut kemudian menjadi sesuatu yang membekas dalam ingatannya.
Salah satu metode pendidikan lain yang terkenal di Jepang adalah Metode Pendidikan Goujyuu. Dalam metode ini, senior diminta untuk mengajari junior. Untuk dapat mengajar, seseorang harus memiliki pemahaman yang mendalam, sehingga senior yang mengajar pada akhirnya juga akan belajar lebih banyak hal. Metode Gyojuu ini memiliki kesamaan dengan metode pendidikan di Finlandia, dimana siswa belajar secara berkelompok (4-5 orang) dan mereka saling mengajari satu sama lain.
Bangsa Yahudi juga memiliki metode pendidikan unik yang disebut Mishnah, yaitu mengulang atau repetisi. Mereka menyadari bahwa ingatan merupakan faktor penting dalam keberhasilan dan studi. Metode pengulangan ini juga banyak diterapkan oleh orang Jepang, seperti keharusan anak-anak menghapal Shisho Gokyouse bagaimana di bahas sebelumnya.
Pendidikan saat ini masih fokus pada otak kiri, lalu bagaimana mendapatkan pendidikan otak kanan?
Untuk itu Kita perlu melakukan pendekatan otak kanan, yang meliputi pendidikan kreativitas dan keterikatan keberadaan diri dengan lingkungan. Ini untuk melengkapi pendekatan otak kiri yang bersifat logis. Pendidikan yang bisa menyentuh otak kanan dan otak kiri secara seimbang adalah jalan untuk melahirkan anak-anak yang jenius.
Pola pengasuhan anak juga perlu menerapkan prinsip Whole Brain Approach
Dalam pengasuhan, seringkali ekspresi marah perlu ditunjukkan kepada anak didik. Namun ada marah yang baik dan ada marah yang buruk. Marah yang baik adalah saat kita fokus pada kesalahan yang terjadi, bukan pada orang yang berbuat kesalahan. Marah yang buruk dapat menyebabkan ketakutan dan nantinya menghambat pertumbuhan orang yang kita marahi (baik anak maupun bawahan kita).
Di sisi lain, mengasuh anak juga melibatkan rasa menerima, kemauan memuji dan mencintai. Hal-hal ini dapat mendorong perkembangan minat anak, sesuatu yang sangat penting untuk pendidikan mereka. Dukung anak kita dengan perasaan percaya dan harapan. Apabila kita terlanjur marah, maka peluklah dan berikan penjelasan untuk menumbuhkan kembali energi mereka.
Aspek lain yang juga penting dalam pengasuhan adalah kedisiplinan. Untuk menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan kreatif, anak harus dapat bertahan terhadap suatu kesulitan dan mengelola rasa tidak puasnya. Hal inilah yang diajarkan oleh kedisiplinan.
Ketegasan dalam mendidik bukan berarti menekan anak, namun justru melatih anak untuk sabar, bertanggung jawab, dan mengerti peraturan.
Dalam mengasuh anak, ingatlah enam prinsip utama dalam metode Whole Brain. Pertama, lihatlah kelebihan dan bakat anak, jangan melihat kelemahannya. Kedua, lihatlah anak sebagai sosok yang masih berproses, bukan sebagai sosok yang sudah jadi. Ketiga, terimalah ketidaksempurnaan dengan hangat, jangan mengasuh dengan stkitar sempurna. Prinsip keempat, jangan membanding-bandingkan anak kita dengan orang lain. Ingat, setiap anak adalah unik. Kelima, jangan hanya fokus pada prestasi belajar saja. Dan terakhir, terimalah anak apa adanya dan cintai mereka sepenuh hati.
Selain itu, dalam mengasuh anak terdapat tiga “harta suci” yang perlu kita perhatikan. Pertama adalah cinta. Setiap anak membutuhkan cinta orangtuanya, bahkan tindakan anak yang bermasalah sebenarnya mencari perhatian orangtua. “Harta suci” kedua adalah ketegasan. Setelah memberikan rasa cinta, pujian, dan penghargaan, maka anak akan patuh pada orangtua, bukan sebaliknya. Jadi, untuk mendisiplinkan anak, mulailah dengan memujinya.
Dan yang ketiga adalah kepercayaan. Anak yang dididik dengan cinta, ketegasan untuk mengetahui yang benar dan salah, dan diberikan rasa percaya oleh orangtuanya akan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan. Dengan kerelaan mereka akan berusaha untuk selalu membuat Kita, orang tua yang telah mempercayainya, menjadi bangga.
Kesimpulan dari buku
Whole Brain Approach adalah metode untuk mengaktifkan otak secara keseluruhan, baik otak kiri maupun otak kanan. Prinsip-prinsip utama Whole Brain Approach adalah menghilangkan patah hati, menanamkan hati yang gembira, menanamkan pikiran bahwa ‘semua berjalan dengan baik’, mengucapkan syukur, dan memberi tanpa pamrih, hingga pada akhirnya kita dapat menghubungkan pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita.
Kemampuan menghapal dan membaca penting dimiliki oleh anak, namun mereka perlu dilengkapi juga dengan pelajaran kreativitas. Pengasuhan yang baik dilakukan dengan menerapkan pujian, cinta dan penerimaan namun tetap diimbangi dengan kedisiplinan. Tiga harta suci dalam pengasuhan anak adalah cinta, ketegasan, dan kepercayaan.